Masyarakat Tapsel Lakukan Pembatasan Sosial Ekstra Ketat

Belum ada satu pun kabupaten/kota di Sumatra Utara yang mengajukan diri untuk menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), tapi masyarakat di  Kabupaten Tapanuli Selatan sudah menerapkan pembatasan sosial secara ketat di lingkungan mereka.

Sabtu, 18 April 2020,  langit mendung di atas Kota Sipirok. Ibu kota Kabupaten Tapanuli Selatan ini segera diguyur hujan saat sebuah minibus pribadi berpelat polisi asal daerah Padang Sidempuan (seri huruf F di belakang) memasuki jalan menuju Desa Padang Bujur.

 

Di dalam minibus ada enam penumpang, berasal dari satu keluarga yang hendak menikmati destinasi pariwisata Pemandian Air Panas Padang Bujur. Tepat di persimpangan, minibus berhenti karena jalan diberi portal berupa sebatang bambu. Empat sampai enam orang berjaga di portal, memberi aba-aba agar sopir berbalik arah. Si sopir bergeming, tapi niatnya dihalangi.

"Mau ke mana?" Seorang pemuda berdiri di samping mobil, menatap si sopir, "kami membatasi kehadiran orang dari luar."

Mendengar peringatan itu, si sopir mendebat. "Apakah di Tapsel sudah diterapkan pembatasan sosial berskala besar?"

Warga mengaku, mereka menjalankan keputusan masyarakat. Si sopir kemudian membalik arah kendaraan, kembali ke arah dari mana mereka datang.

Sabtu, hari yang biasa dipakai orang dari berbagai daerah untuk menikmati destinasi Pemadian Air Panas Padang Bujur. Destinasi ini, satu dari tiga tempat pemandian air panas di Kecamatan Sipirok,  mempunyai daya tarik tersendiri. Kolam air panas bersih dan terawat, sehingga tempat ini jadi pavorit.

Namun, sejak wabah virus corona (Covid 19) melanda, tempat pemadian air panas ini tertutup bagi orang luar. Bukan hanya orang dari luar Kabupaten Tapanuli Selatan, tapi juga orang dari luar Desa Padang Bujur.

"Saya juga dilarang mandi air panas," kata Supardi, warga Desa Simaninggir yang berbatasan dengan Desa Padang Bujur. "Selama hidup, saya selalu mandi di tempat pemandian air panas ini."

Supardi mengaku, pelarangan membuatnya emosi dan mengancam semua warga Desa Padang Bujur tidak boleh melewati Desa Simaninggir. Ketegangan sempat terjadi, tapi situasi bisa dikendalikan karena Supardi memutuskan tidak jadi mandi air panas.

Menurut warga yang menjaga portal, mereka menjalankan keputusan masyarakat yang dibuat untuk membatasi penyebaran Covid 19. Keputusan ini dianggap sesuai prosedur yang ada, dan mereka akan tetap memasang portal sebelum ada keputusan baru.

Kondisi serupa, gerbang perkampungan dipasangi portal, terjadi di Desa Paranjulu, Desa Marsada, Desa Sappeyan, dan beberapa desa lain yang berada di luar wilayah geografis warga urban di Kota Sipirok.

Di sejumlah kelurahan, seperti Kelurahan Pasar Sipirok, Kelurahan Bagas Nagodang, dan Kelurahan Hutasuhut tidak ada pemasangan portal dan masyarakat tidak mengisolasi dengan menolak kedatangan orang luar maupun membatasi warga keluar perkampungannya.

Menghambat sektor usaha

Di sejumlah perkampungan warga di Kecamatan Arse, Saipardolok Hole, dan Biru tampak portal dipasang di gerbang. Selalu ada warga yang berjaga-jaga, menghalangi siapa saja masuk ke dalam perkampungan warga.

Pelarangan orang-orang dari luar itu membuat sejumlah pedagang pengumpul hasil bumi kesulitan bertemu dengan warga. Usaha mereka mengumpulkan hasil bumi seperti kopi, kolang-kaling, gula aren, coklat, getah karet, dan pinang jadi terhambat. Padahal, warga di sentra-sentra produksi mengharapkan kehadira mereka agar ekonomi keluarga menggeliat.

"Kolang kaling saya tak bisa dijual karena tak ada pedagang pengumpul yang bisa masuk," kata Torkis, petani pembuat kolang kaling di Arse.

Bagi Torkis, hasil penjualan kolang kaling merupakan satu-satunya harapan untuk menopang ekonomi keluarganya. Pembatasan dengan portal di gerbang kampung memupus harapan Torkis.

"Kondisi seperti ini sudah terjadi selama sepekan. Kalau terus dilakukan pembatasan, saya khawatir warga tak akan tahan."

Dampak pembatasan sosial yang lebih mirip isolasi diri yang dilakukan warga ini, membuat ekonomi masyarakat stagnan. Barang-barang hasil bumi tak bisa dijual karena tak ada pembeli, sementara warga dibatasi keluar perkampungan.

"Pemerintah tidak boleh mebiarkan kondisi seperti ini terjadi. Ekonomi masyarakat harus tetap tumbuh dengan cara membuka portal di sentra-sentra produksi," kata Basri Siregar, pengusaha kopi bubuk di Kecamatan Sipirok, yang mengaku pembuatan portal menghalangi bagian pemasaran produk masuk ke kampung-kampung.

Bubuk kopi kemasan yang diproduksi pabrik milik Basri Siregar memiliki pasar di hampir seluruh wilayah Tapanuli Selatan. Bubuk kopi yang dipasarkan ke warung-warung di desa-desa itu sulit dipasarkan karena ada portal.

"Pemerintah mesti carikan solusi yang tepat," katanya.

Sebelumnya, Whiko Irwan, Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Sumatra Utara, menyampaikan pihaknya belum menerima pengajuan penerapan PSBB dari kabupaten/kota di Sumatra Utara karena kabupaten/kota masih menghadapi kendala untuk penerapan PSBB.

"Kendala tersebut datang dari kesiapan masyarakat maupun pemerintah kabupaten/kota tersebut," kata Whiko Irwan.

Peliput: Juanda Harahap, M. Nuh Siregar
Editor: Efry Nasaktion
Copyright © Sinar Tabagsel. Designed by OddThemes