Setelah Pemda Kota Padang Sidempuan membagikan 16.000 paket sembako kepada masyarakat terdampak pandemi virus corona (Covid-19), Rabu, 22 April 2020 lalu, aksi protes muncul di mana-mana. Masyarakat mempertanyakan kenapa mereka tidak mendapat bagian padahal mereka juga terdampak Covid-19.
Masyarakat Kota Padang Sidempuan menggelar aksi secara bergerombol, mendatangi Kantor Wali Kota Padang Sidempuan maupun kantor camat dan lurah. Mereka tak mengindahkan protokoler kesehatan dalam memerangi penyebaran Covid-19 agar mengkarantina diri di dalam rumah, memakai masker, serta tidak berdekat-dekatan.
Menghadapi aksi mereka, para kepala lingkungan membela diri bahwa dia menyalurkan bantuan sesuai data yang dikirim dari keluarahan. Kelurahan mengaku membagi-bagi sembako sesuai data yang diperoleh dari kecamatan. Sementara kecamatan mengaku membagi sesuai data yang diterima dari Dinas Sosial Kota Padang Sidempuan.
Dinas Sosial Kota Padang Sidempuan sendiri mengambil data penduduk miskin Kota Padang Sidempuan hasil Sensus Ekonomi Nasional 2018 yang menyebut jumlah penduduk miskin di Kota Padang Sidempuan berkisar 16.000 keluarga. Jumlah itu belum termasuk mereka yang ikut Program Keluarga Harapan (PKH) dari Kementerian Sosial, yang rutin mendapat bantuan pemerintah.
Data yang dipakai Dinas Sosial Kota Padang Sidempuan ini bukan hasil penelitian yang dilakukan sendiri, tetapi diminta dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Padang Sidempuan. Lembaga vertikal yang memproduksi data ini, belum pernah kita dengar melakukan survei terbaru tentang dampak Covid-19 terhadap masyarakat.
Dengan begitu, data BPS Kota Padang Sidempuan tentang penduduk miskin tidak relevan dipakai sebagai data untuk menunjuk masyarakat yang layak mendapat bantuan sembako karena terdampak Covid-19. Pemda Kota Padang Sidempuan melalui Dinas Sosial Kota Padang Sidempuan mestinya mencari data baru yang lebih relevan terkait masyarakat terdampak Covid-19.
Kelemahan Data
Protes masyarakat tidak akan pernah terjadi jika Pemda Kota Padang Sidempuan memiliki data terbaru tentang masyarakat terdampak Covid-19. Sayangnya, pemerintah daerah tidak memiliki data terbaru itu, lalu memakai data lama hasil Sensus Ekonomi tahun 2018 tentang keluarga miskin di Kota Padang Sidempuan.
Semestinya, Pemda Kota Padang Sidempuan berbuat lebih dalam memerangi pandemi Covid-19. Kita belajar dari pemerintah daerah lain di Sumatra Utara, yang tidak hanya sibuk menghabiskan waktu dengan fokus pada tugas dan tanggung jawab Gugus Tugas Pengendalian dan Pencegahan (GTPP) Covid-19, tetapi juga membuat kebijakan mendata jumlah warga terdampak Covid-19.
Sejumlah kabupaten/kota di Sumatra Utara telah membuat kebijakan berupa pemberian stimulan kepada masyarakat pelaku usaha informal dengan menghapus pembayaran retribusi dan pajak. Akibatnya, dampak Covid-19 tak terlalu menyulitkan kalangan usahawan.
Berbeda halnya dengan Pemda Kota Padang Sidempuan, yang terus melakukan pemungutan retribusi dan pajak, meskipun para pelaku usaha terdampak Covid-19. Para pedagang di Pasar Sanggumpal Bonang, Pasar Ucok Kodok, dan Pasar Pajak Batu, petugas retribusi tetap rutin melakukan pemungutan retribusi, meskipun para pedagang kehilangan pembeli.
Sejumlah pengusaha rumah makan dan hotel pun tidak mendapat keringanan retribusi dan pajak. Padahal, para pengusaha rumah makan terdampak Covid-19 yang ditandai dengan pengurangan jumlah para karyawan. Belum lagi dampak Covid-19 terhadap pengusaha transportasi, atau pelaku sektor informal seperti pedagang asongan, tukang servis, ojek, penarik becak, dan lain sebagainya. Semua pelaku usaha itu mestinya masuk dalam daftar masyarakat terdampak Covid-19.
Tentunya Pemda Kota Padang Sidempuan sudah paham, dinamika perekonomian di kota lebih banyak didukung oleh pelaku usaha sektor informal dibandingkan sektor formal. Sektor informal ini berprofesi seperti pedagang asongan, buruh harian lepas, driver ojol, tukang servis, tukang becak, dan lain sebagainya.
Saat pandemi Covid-19, pemerintah membuat kebijakan karantina wilayah atau disebut lockdown. Karantina diharapkan menghambat penyebaran wabah adalah pembatasan interaksi antarmanusia secara langsung.
Kebijakan ini kontan berdampak pada kehidupan ekonomi masyarakat. Kelompok yang terdampak langsung dari kebijakan tersebut adalah pekerja di sektor informal. Sebab, kegiatan ekonomi yang mereka lakukan mensyaratkan interaksi langsung dengan masyarakat. Sektor informal seperti pedagang kaki lima, penjual makanan tenda, pedagang makanan keliling dan lain-lain, mengandalkan adanya kerumunan warga.
Masyarakat Perlu Bantuan
Pandemi Covid-19 telah menimbulkan krisis pada masyarakat Kota Padang Sidempuan. Krisi ini bisa lebih parah dibandingkan krisis 2008 dan 1998, sehingga masa perbaikan akan berlangsung lebih lama. Kalau pemerintah sudah sampai membuat Perpu, itu artinya kondisi krisis nasional cukup gawat.
Dalam situasi kritisi seperti ini, Pemda Kota Padang Sidempuan harus menyadari bahwa efek yang paling besar adalah masyarakat kehilangan mata pencaharian, sementara mereka yang bekerja di sektor formal akan terkena pemutusan hubungan kerja. Selain itu, daya beli masyarakat akan rendah, sehingga mempengaruhi pertumbuhan perekonomian daerah yang selama ini banyak disokong oleh konsumsi masyarakat.
Sebab itu, masyarakat memerlukan bantuan pemerintah. Sejauh ini pemerintah baru memberikan paket insentif soal listrik subsidi, kartu sembako, penangguhan cicilan kredit, dan kartu prakerja. Dari sekian paket insentif itu, hanya soal listrik subsidi yang bisa dinikmati masyarakat Kota Padang Sidempuan. Sementara insentif sembako, penangguhan cicilan kredit, dan kartu pekerja belum bisa dinikmati.
Pemerintah daerah belum cukup dalam berbuat. Mestinya, Pemda Kota Padang Sidempuan berbuat lebih. Misalnya, dalam jangka pendek, pemerintah daerah membantu pekerja sektor informal yang terdampak diberikan basic income dalam bentuk cash transfer.
Bantuan ini penting karena dari data BPS Kota Padang Sidempuan, angka harapan hidup cuma 68,37 atau termasuk paling rendah ketiga dibandingkan angka harapan hidup di kota-kota lain di Sumatra Utara.
Dilihat dari sisi pengeluaran per kapita penduduk Kota Padang Sidempuan hanya 10,198 juta per tahun, atau paling rendah kedua dibandingkan pendapatan per kapita penduduk di kota-kota lain di Sumatra Utara. Artinya, tanpa pandemi Covid-19 saja kondisi perekonomian masyarakat Kota Padang Sidempuan sudah buruk, dan situasi yang dihadapi masyarakat semakin buruk karena terdampak Covid-19.
Selain itu, pada jangka menengah, fokus pemerintah pada mempercepat pemulihan ekonomi daerah dengan mengefektifkan belanja pemerintah yang produktif. Proyek pembelian kendaraan dinas para pejabat harus dikesampingkan, dan baru bisa dijalankan kalau wabah sudah selesai.
Peliput: Dian MS Siregar, Efry Nasaktion
Editor: Budi Hutasuhut
Posting Komentar