Sebuah pesan masuk ke Whats App saya, Minggu, 5 April 2020. Isi pesan itu mengabari perihal warga di Kampung Mosa, Desa Gunung Baringin, Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan, yang mengeluhkan jejak harimau yang ditemukan di kebun sawit miliknya.
Kebun itu terletak di Kawasan Hutan Produksi Angkola Selatan. Sebagian besar kawasan hutan produksi yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) ini telah beralih fungsi menjadi lahan perkebunan sawit yang dikelola rakyat maupun milik investor, sebagian kecil lainnya berubah menjadi kebun warga yang ditanami pisang dan berbagai jenis tanaman keras. Beberapa bagian hutan telah gundul akibat pepohonannya ditebangi oleh sebuah perusahaan produsen kayu olahan yang memiliki pabrik pengolahan kayu di Kota Padang Sidempuan.
Menurut pesan tersebut, jejak kaki harimau terlihat masih baru, diperkirakan harimau melintasi areal perkebunannya sehari sebelumnya. "Harimau muncul lagi di Mosa," kata Ahmad, salah seorang warga Kota Padang Sidempuan yang mengaku memiliki lahan sawit di wilayah Desa Gunung Baringin, saat ditemui di rumahnya di Kelurahan Sidakkal.
Ahmad mengatakan, sudah lama harimau tidak pernah terlihat di wilayah Desa Gunung Baringin, terutama sejak semakin banyak hutan yang berubah menjadi kebun sawit kurun 10 tahun terakhir. Ahmad yang mengaku mulai budidaya sawit di kawasan Hutan Produksi Angkola Selatan sejak 10 tahun lalu, sering menemukan jejak harimau saat pertama kali memulai usahanya. Penemuan itu mengkhawatirkan, sehingga para petani sering menyewa para pemburu liar untuk memburu harimau.
"Para pemburu itu datang dari berbagai daerah di Tapsel maupun Mandailing Natal. Ada yang sengaja diundang petani untuk berburu, ada yang memang datang untuk berburu," katanya.
menurut Ahmad, para pemburu biasanya mengajak petani ataupun warga sekitar untuk ikut memburu harimau. "Sudah banyak harimau yang berhasil diburu. Setiap kali berhasil, mereka akan membawanya ke perkampungan terdekat," katanya.
Salah seorang warga Desa Gunung Baringin, Sultoni, mengaku sering terlibat dalam pemburuan harimau bersama rombongan pemburu yang datang dari berbagai daerah. "Kami memburu harimau karena keberadaannya membuat petani ketakutan," kata Sultoni.
Menurut Sultoni, sebelum para pemburu berdatangan, masyarakat di Desa Gunung Baringin acap berpapasan dengan harimau yang melintas di jalan. Melihat harimau muncul di hadapannya, masyarakat ketakutan dan memilih memburu harimau-harimau itu agar terbebas dari rasa takut diterkam harimau.
Luas wilayah Hutan Produksi Angkola Selatan sekitar 178.000 hektare. Hutan ini merupakan bagian dari ekosistem Hutan Batang Toru yang berfungsi sebagai koridor di antara dua ekosistem besar, ekosistem Gunung Leuser dan Bukit Barisan.
Kawasan hutan tersebut memiliki konektivitas dengan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) seluas 108.000 Ha. Seluruh kawasan ini juga termasuk di dalam koridor konservasi Aceh-Sumatera Utara seluas 4,7 juta hektare, koridor ini merupakan daerah jelajah (home range) satwa kunci Sumatera.
Peliput: Dian MS Siregar
Editor: Efry Nasaktion
Posting Komentar