Penulis: Budi Hutasuhut | Editor: Nasaktion Efry
Sebagian besar daerah di Provinsi Sumatra Utara mengalami deflasi pada Oktober 2025, tapi Kota Padangsidimpuan justru mengalami inflasi 0,63% mont to mont.
Sejak menjadi Wali Kota Padangsidimpuan pada Februari 2025 lalu, Letnan Dalimunte tidak kunjung mampu mengendalikan inflasi. Dari bulan ke bulan, inflasi selalu tinggi. Bahkan, inflasi Padangsidimpuan pada Oktober 2025 menjadi tertinggi di Provinsi Sumatra Utara.
Tingginya inflasi berdampak serius terhadap penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat, terutama yang memiliki pendapatan tetap. Inflasi menyebabkan harga barang di pasar selalu naik, sedangkan penghasilan masyarakat tidak berubah. Pengeluaran masyarakat tiap bulan cenderung bertambah banyak, tapi pendapatan tetap.
TPID mengantisipasi lonjakan inflasi dengan menggelar operasi pasar. Kebijakan pengendalian inflasi ini hampir tidak ada dampaknya
Untuk mengantisipasi inflasi, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kota Padadangsidimpuan sudah dibentuk. Diketuai Sekretaris Kota Padangsidimpuan, TPID mengantisipasi lonjakan inflasi dengan menggelar operasi pasar. Kebijakan pengendalian inflasi ini hampir tidak ada dampaknya.
Pasalnya, inflasi yang terjadi di Kota Padangsidimpuan tidak disebabkan oleh kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Inflasi lebih banyak disebabkan perubahan gaya hidup masyarakat Kota Padangsidimpuan, yang akhir-akhir ini memiliki kebiasaan baru seperti berlibur, menata penampilan di salon kecantikan, dan membeli barang-barang pribadi untuk menopang gaya hidup moderen.
Keputusan Wali Kota Padangsidimpuan membuat kebijakan operasi pasar untuk mengendalikan inflasi, justru menunjukkan betapa pemerintah daerah tidak memahami dinamika perekonomian daerahnya.
Inflasi yang terus berlangsung di Kota Padangsidimpuan selama tahun 2025, bukan saja menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat akibat rendahnya daya beli masyarakat, tetapi juga akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi daerah. Pasalnya, sejumlah sektor ekonomi daerah yang diandalkan untuk menggenjot perekonomian daerah, tidak tumbuh sebagaimana seharusnya.
Pada akhirnya, inflasi menyebabkan distribusi pendapatan masyarakat menjadi tak merata. Mereka yang hidup serbaberkecukupan akan terus hidup berkecukupan, sementara mereka yang hidupnya serbakekurangan akan terus hidup serbakekurangan. Jumlah mereka yang hidup serbakecukupan lebioh sedikit dibandingkan mereka yang hidup serbakekurangan. Masyarakat kaya di Kota Padangsidimpuan, yang jumlahnya sangat sedikit, akan semakin kaya.
Dampak lain dari inflasi membuat sektor usaha mengalami stagnasi. Pasalnya, biaya operasional para pengusaha menjadi lebih besar dibandingkan hasil yang diperoleh. Kondisi ini semakin parah ketika para pengusaha dibebani dengan pajak yang sangat tinggi. Tidak heran bila banyak pengusaha di Kota Padangsidimpuan akhirnya gulung tikar. Investasi tidak tumbuh di Kota Padangsidimpuan.
Para investor cenderung menyimpan kekayaannya dalam bentuk investasi yang spekulatif, yakni dengan membeli barang-barang berharga yang akan lebih menguntungkan pada saat dijual. Tidak heran jika banyak masyarakat Kota Padangsidimpuan lebih memilih membeli perhiasan emas daripada menginvestasikan dananya untuk membuka usaha.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, pada Oktober 2025 sebagian besar daerah mengalami deflasi, namun Kota Padangsidimpuan justru mencatat inflasi tertinggi sebesar 0,63 persen (mtm).
Kepala BPS Sumatera Utara, Asim Saputra, menjelaskan, inflasi di Kota Padangsidimpuan terutama disebabkan oleh kenaikan harga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau, serta perawatan pribadi dan jasa lainnya.Provinsi Sumut berhasil menurunkan inflasi dengan capaian deflasi sebesar 0,20% (month-to-month/m-to-m) pada Oktober 2025. Sementara secara tahunan (year-on-year/yoy), tingkat inflasi Sumut tercatat sebesar 4,97%, menandai tren penurunan dibanding bulan sebelumnya.

Posting Komentar