Pulo Lasman Simanjuntak dilahirkan di Surabaya, 20 Juni 1961. Menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Publisistik (STP), saat ini bernama IISIP Jakarta. Belajar sastra secara otodidak. Sejak SMP menulis sajak, disiarkan Kompas. Setelah itu karya puisinya dimuat di berbagai media massa Indonesia dan Malaysia. Sudah menerbitkan tujuh buku antologi puisi dan dan 20 buku antologi puisi bersama para penyair di seluruh Indonesia. Namanya masuk dalam Leksikon Sastra Indonesia karya Pamusuk Eneste dan buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia (Yayasan Hari Puisi Indonesia).
Berikut puisi-puisinya:
Menu Makanan Hari Ini
menu makanan hari ini -
tak lagi memesan makanan
berlemak aku benci
kolestrol aku sunyi
karbohidrat aku bersahabat
protein aku bersatu
vitamin aku kunyah
menu makanan hari ini -
tak lagi memesan makanan
gula tinggi aku seperti beelzebul
garam asin aku seperti legion
kadar lemak aku seperti dewa molokh
maka,
menu makanan hari ini-
akan berjalan kaki seribu langkah
sampai tiba di perut matahari
membuang limbah racun
paling mematikan
memasak dengan
menu vegan
Jakarta, Rabu, 4 Januari 2023
Kolesterol
di sebuah rumah ibadah tua
sekujur tubuhku dibalut lemak
jahat seperti raja ahab
keji seperti puteri atalya
kadang terbakar api liar
yang menyembur dari ribuan rambut
sampai tembus ke katup jantung
kini aku rajin menyiram tanaman hijau
berpuasa tanpa makan daging lembu
gerak badan menari di bawah matahari
melepas sauh pikiran mencemaskan
pada akhirnya harus berakhir
di dalam rumah gizi
tak lagi sunyi
sendiri lagi
Jakarta, Kamis, 19 Januari 2023
Internet
lagu puji-pujian
belum kudendangkan
sosok ini muncul
di layar telepon seluler
wajahnya
sungguh menakutkan
aliran-aliran darahnya
kemudian pecah
pada jaringan sunyi di udara
sampai tembus ke benua-benua
terluar
siap menagih
tumpukan mata uang
berbunga kematian
sambil terus berkomunikasi
lewat chat orang-orang kelaparan
seperti tak ada solusi
untuk membayar setiap
kegelisahan menahun
dalam diri ini
tiap dinihari
Jakarta, Senin, 16 Januari 2023
Catatan Purba
tengoklah,
suatu peristiwa langka
akan terjadi di sini
manakala ada kubawa diam-diam
keriuhan rindumu tempohari
mengaca di peta para tetangga baru
setia mendendangkan koor bersama
gaudeamusnya silih berganti
ada kalanya burung-burung terbang
tanpa sayap
membuat sepertiga lingkaran batu
di tengah amukan hutan terbakar
hingga kita masih sempat
dibuatnya terkejut
oleh cuaca melepuh
segala keraguan
turut menggenapkan usia kita
waktu tiba untuk saling bercumbu
selebihnya hanya wajah kita lagi
yang makin enggan bersembahyang gaib
seakan teka-teki yang lalu-lalang dihati
jadi sebuah sepi
tak berarti
kita pun lalu saling bertanya
luka membusuk siapa
yang menyebar baunya
ke dalam bait-bait sajak ini
Jakarta, Kamis 26 Januari 202
Masa Perjalanan
telah jamnya tiba
pejalan kaki tak pernah merayu
kudanya mati di rawa
betapapun gunung-gunung buta
jadi sepond cinta
kehilangan makna
matahari berpacu dalam pot
memburu anak-anak kampung
hijrah dari tanah-tanah keramat
menggigit bukit
hingga sepi sejenak
selanjutnya dari sini
hanya terlihat selintas
di jantungnya yang sebelah kiri
sebuah perahu pucat
berlayar di tengah lautan
tak tertulis lagi
dalam peta perjalanan
Jakarta, Rabu, 25 Januari 2023
Posting Komentar