Tiap pengunjung Menara Pandang di kawasan Kebun Raya Sipirok diwajibkan membayar tarif masuk Rp10.000 per orang.
Belum genap sebulan mengelola Menara Pandang di kawasan Kebun Raya Sipirok, Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan telah membebani masyarakat pengunjung dengan tarif masuk sebesar Rp10.000 per orang, dan pengeluaran masyarakat bertambah banyak karena dibebani dengan biaya parkir Rp2.000, padahal destinasi pariwisata yang belum memiliki fasilitas memadai itu tidak dibangun dengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Padahal, belum ada fasilitas apapun di dalam Menara Pandang yang membuat tempat itu layak jadi objek retribusi daerah guna meningkatkan pendapatan asli daerah.
"Pemerintah daerah terlalu tergesa-gesan untuk mencari untung," kata Firdaus, pengunjung Menara Pandang, saat ditemui Minggu, 15 Feberuari 2021.
Firdaus berasal dari Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal. Dia datang bersama enam rekannya, mengendarai sepeda motor dari Panyabungan, khusus untuk menikmati destinasi pariwisata baru yang menjadi andalan Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan. Dia dan rekan-rekannya mengaku kecewa atas pembebanan biaya masuk ke Menara Pandang, padahal tidak ada fasilitas apapun di dalam menara setinggi 31,5 meter itu.
"Kalau mau buat tarif, mestinya pemerintah lengkapi dulu isi Menara Pandang. Misalnya, pengunjung bisa mendapat informasi berharga di Menara Pandang, atau ada pengetahuan baru yang diperoleh melalui brosur atau apalah," kata Firdaus.
Firdaus menilai, pemerintah daerah perlu membenahi banyak hal dari Menara Pandang itu jika ingin mengandalkannya sebagai destinasi wisata. Pasalnya, wisatawan datang untuk bersenang-senang dan tidak ingin dibebani oleh hal-hal yang tak akal. "Kalau ada hal baru yang ditawarkan, tidak masalah kita bayar," katanya.
Husin Ahmad, pengunjung asal Sibuhuan, Kabupaten Padang Lawas, yang datang bersama keluarganya, Minggu, 15 Feberuari 2021, mengkhawatirkan pemerintah daerah juga akan mengenakan tarif masuk kepada pengunjung Kebun Raya Sipirok. "Menara Pandang yang belum sebulan dikelola saja sudah dipasangi tarif masuk. Jangan-jangan Kebun Raya Sipirok pun akan dikenakan tarif masuk," katanya.
Dia mengharapkan Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan mesti bersabar dan membenahi fasilitas sebelum membuat kebijakan tarif masuk ke Menara Pandang atau destinasi pariwisata lainnya. "Hampir semua destinasi pariwisata di Kabupaten Tapanuli Selatan dibebani tarif masuk yang mahal. Saya yakin ini tak akan bertahan lama," katanya.
Menara Pandang di dalam kawasan Kebun Raya Sipirok, terintegrasi dengan Perkantoran Bupati Kabupaten Tapanuli Selatan, menjadi satu-satunya fasilitas di megaproyek Bupati Tapanuli Selatan, Syahrul M. Pasaribu, yang masa jabatannya habis pada 17 Feberuari 2021. PT Angincourt Resources, pengelola Tambang Martabe, yang sahamnya sebesar 5% dimiliki bersama oleh Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Pemda Provinsi Sumatra Utara, membangun fasilitas ini dengan dana sebesar Rp12 miliar yang diambil dari dana bantuan sosial.
Sebagai pemilik saham 5% (pemegang saham terkecil) karena PT United Tractors Tbk (UNTR) menguasai 95% saham sejak Agustus 2018 lalu, Pemda Kabupaten Tapsel juga berperan membuat kebijakan pengalokasian dana CSR PT AR untuk memabangun Menara Pandang. Sebab itu, Pemda Tapsel merasa telah mengeluarkan dana untuk membangun Menara Pandang, sehingga merasa layak untuk memasang tarif masuk.
Sejumlah masyarakat Sipirok menyayangkan penetapan kewajiban tarif masuk Menara Pandang tersebut mengingat kondisi pembangunan sektor pariwisata belum memadai akibat Covid-19. "Masyarakat yang datang ke Sipirok, rata-rata karena mencari alternatif agar tidak jenuh di rumah akibat pandemi Covid-19," kata Indra Muda Siregar, Ketua Forum Pemuda Peduli Sipirok Narobi (FPPSN), yang menyebarkan tagar #Visit Sipirok Narobi 2021 sejak tahun 2020.
Indra Muda Siregar menilai, mestinya Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan menggratiskan para pengunjung naik ke Menara Pandang agar wisatawan beramai-ramai datang ke Sipirok. Dengan begitu, dia yakin Kota Sipirok sebagai Ibu Kota Kabupaten Tapanuli Selatan akan lebih ramai dan tidak seperti kota mati. "Kalau wisatawan terbiasa datang dan situasi pandemi sudah lepas, barulah Pemda Kabupaten Tapsel bicara soal tarif masuk atau pendapatan asli daerah," katanya.
Menurut dia, destinasi-destinasi pariwisata yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan belum bisa diandalkan sebagai sumber pendapatan asli daerah karena manajemen pengelolaannya belum maksimal. "Pemdapatan terbesar pemerintah daerah bukan dari tarif masuk, tapi dari perputaran perekomonian di dalam objek-objek wisata. Bila perlu gratiskan masuk agar wisatawan bisa berbelanja di dalam objek wisata," katanya.
Indra Muda Siregar menyayangkan mentalitas para elite pemerintah daerah yang mengejar keuntungan sedikit lewat tarif masuk dan melepaskan keuntungan lebih besar yang akan terjadi karena pertambahan uang beredar di masyarakat akibat meningkatnya jumlah orang belanja. "Yang penting bagi pemerintah daerah, memberi fasilitas kepada sektor-sektor pendukung pengembangan pariwisata," katanya.
Penulis : Pingky Alamsyah
Editor : Budi Hutasuhut
Posting Komentar