Anggota-anggota tim tersebut terlihat serius menyimak aturan main yang dibeberkan Dian Maas Siregar, pemandu permainan yang juga panitia Circle Camp Party, acara yang digelar Komunitas Pencinta Alam (KPA) Forester Tabagsel selama dua hari, 19-20 Desember 2020 di Bukit Teletubies Batunadua, Kota Padang Sidimpuan. Namun, para pemain yang merupakan aktivis kelompok pecinta alam (KPA), tampaknya asing dengan permainan yang biasanya dimainkan masyarakat di desa-desa saat bulan purnama atau selepas sahur saat puasa di bulan Ramadan.
"Kami tahu permainan ini, tapi belum pernah memainkannya," kata Yanto, salah seorang pemain.
Penjelasan dari Dian Maas Siregar mengembalikan ingatan kedua tim pada masa anak-anak mereka. Setelah penjelasan bisa dipahamkan, kedua tim mengambil undian untuk menentukan siapa yang akan menjadi penjaga dan siapa yang akan dijaga. Permainan gala panjang dimainkan di atas empat kotak bujur sangkar yang digambar di tanah. Tim yang menjadi penjaga berdiri di atas garis vertikal dan horizontal, mengawal tim yang dijaga agar tidak melewati garis tersebut.
Sementara tim yang dijaga, berupaya agar semua anggotanya bisa memasuki tiap-tiap kota, melewati tim penjaga dengan berbagai cara. Jika tangan tim penjaga berhasil menyentuh tim yang dijaga, maka tim yang dijaga dinyatakan kalah dan permainan dimulai lagi dari awal. Namun, tim yang tadinya dijaga, akhirnya menjadi tim penjaga. Begitu terus-merus sampai batas waktu yang ditentukan panitian.
Dalam permainan gala panjang ini, tim yang menjadi pemenang maupun yang kalah sama-sama mendapat hadiah. "Bukan soal menang dan kalah yang jadi ukuran, karena tujuannya untuk melestarikan permainan tradisional," kata Dian Maas Siregar yang juga Ketua Panitia Circle Camp Party.
Circle Camp Party diikuti ratusan peserta yang datang dari Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Riau, Kota Sibolga, dan Kota Padang Sidimpuan. Para peserta mendirikan 80 tenda, yang dibangun di lokasi yang telah dipersiapkan panitia, sejak Sabtu pagi. Begitu peserta tiba di lokasi, langsung mendirikan tenda, dan mempersiapkan diri untuk mengikuti acara penyambutan yang ditandai dengan penerbangan lampion."Sabtu malam hujan turun sangat deras. Lampion yang sudah kita persiapkan tak bisa diterbangkan," kata Diam Maas Siregar.
Acara Sabtu malam akhirnya diisi dengan penampilan musik dari para peserta camping. Lantaran hujan tak kunjung reda, peserta akhirnya lebih cepat beristirahat untuk mempersiapkan diri mengikuti berbagai acara yang akan digelar Minggu pagi.
"Minggu pagi panitia memberitahu peserta untuk mengikuti berbagai lomba permainan tradisional seperti eggrang, terompah panjang, terompa batok kelapa, dan gala panjang. Kita memperkenalkan kembali permainan tradisional kepada peserta," kata Dian Maas Siregar.
Akhir-akhir ini, berbagai permainan tradisional digali kembali untuk diperkenalkan kepada generasi muda bangsa. Bahkan, lembaga Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan (UNESCO/United Nation Educational, Science and Cultural) sedang giat mendata permainan-permainan tradisional di seluruh dunia.
Permainan tradisional dikatagorikan sebagai warisan budaya tak benda. Beberapa permainan tradisional itu seperti eggrang, gobak sodor, terompah panjang, dan lain sebagainya.
Sejumlah peserta Circle Camp Party mengaku terkesan dengan kegiatan-kegiatan yang digelar panitia, terutama karena panitia memperkenalkan kembali sejumlah permainan tradisional yang mulai dilupakan.
"Acara seperti ini sangat bagus untuk melestarikan permainan tradisional," kata Fajri, peserta yang datang atas nama Forum Pemuda Peduli Sipirok Narobi (FPPSN) dari Kabupaten Tapanuli Selatan. "Di Kabupaten Tapanuli Selatan juga banyak permainan tradisional yang mulai ditinggalkan masyarakat."
Fajri berharap, permainan tradisional ini dijaga kelestariannya dengan mndata ulang jenis-jenis permainan tradisional yang pernah ada di lingkungan masyarakat, lalu diperkenalkan kembali kepada masyarakat. "Permainan tradisional ini kekayaan budaya tak benda yang harus dilestarikan," katanya.Penulis: Budi Hutasuhut | Editor: Ardi Yunus Siregar
Posting Komentar