2025, PLTA Batangtoru Dikabarkan Produksi 127,5 MW

Sejak 2015 datang ke Kabupaten Tapanuli Selatan, PT NHSN (North Sumatera Hydro Energy), pengelola Pusat Listrik tenaga Air (PLTA) Simarboru, dikabarkan tahun 2025 akan beroperasi sebanyak 127,5 MW dari 510 MW yang direncanakan.   

Penulis: Irwansyah Simatupang | Editor: Budi Hutasuhut 

Hadi Susilo, MM, Expert Sipil Bangunan Air dari PT NHSN (North Sumatera Hydro Energy),  mengatakan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Simarboru (Sipirok, Marancar, Batangtoru) akan beroperasi atau comissioning operational date (COD) lebih cepat daripada target Power Purchase Aggrement (PPA).

“Pekerjaan konstruksi sudah mencapai 96%. PLTA dijadwalkan beroperasi akhir 2025 dengan kapasitas 127,5 MW," kata Hadi Susilo, MM, saat melakukan kunjungan lapangan di lokasi PLTA Simarboru di Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kamis, 24 April 2025.

Prediksi operasional PLTA dari Hadi Susilo ini jauh lebih cepat dari PPA PLTA Batang Toru yang ditargetkan COD pada tanggal 31 Desember 2026.  Bahkan, lebih cepat dari perkiraan PLN Nusantara Renewables -- pemegang 25% saham PT NSHN-- yang menargetkan PLTA Simarboru beroperasi komersial pada tahun 2026. 

Sebelumnya, diberitakan bahwa Direktur Jendral Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),  Eniya Listiani Dewi, pernah  memprediksi PLTA di Kabupaten Tapanuli Selatan dapat beroperasi lebih cepat dari prediksi dalam PPA. 

"Berdasarkan progres di lapangan, potensi percepatan COD PLTA menjadi semester I tahun 2026," ujar Eniya seperti diberitakan Sinar Tabagsel, Kamis, 15 Agustus 2024 lalu.

Mengacu pada prediksi Hadi Susilo dari PT NHSN ini,  PLTA yang dibangun dengan anggaran USD 1,6 miliar (setara Rp 23,7 triliun) akan memainkan peran pentingnya dalam memenuhi kebutuhan listrik Sumatera Utara. 

Baca: Benarkah PLTA Simarboru akan Berproduksi 2026?

PLTA terletak di tiga kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan: Sipirok, Marancar, dan Batang Toru.  PLTA ini merupakan bagian dari proyek pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW yang dicanangkan pemerintah sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) pada Mei 2015.

Mulai dibangun setelah kontrak perjanjian pembelian daya dengan PLN ditandatangani pada 21 Desember 2015, pengerjaan proyek PLTA mendapat kritik dari banyak kalangan. Kehadirannya yang terletak di dalam kawasan Hutan Batangtoru, habitat dari satwa endemik Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis), mendapat sorotan tajam dari aktivis lingkungan hidup internasional.  

Jika PLTA Simarboru berproduksi akhir tahun 2025, kapasitas produksinya hanya 127,5 MW.  Itu artinya, baru satu turbin yang berfungsi, dari empat turbin yang ada di PLTA. Setiap turbin di masing-masing berkapasitas 127,5 MW. 

Listrik yang dihasilkan PLTA kemudian akan masuk ke transmisi 275 kilovolt (kV) antara Gardu Induk Padang Sidempuan dan Gardu Induk Sarulla.

Tapi, apakah kapasistas 127,5 MW itu bisa mengatasi persoalan listrik di Sumatra Utara, terutama di Kabupaten tapanuli Selatan, yang masih sering byar pet? 

Laporan berjudul "Analisis Kebutuhan Listrik di Provinsi Sumatra Utara dan Dampak Rencana Pembangkit Listrik Tenaga Air Batang Toru (2020) yang ditulis Dr. David Brown, seorang principal di Brown Brothers Energy and Environment (B2E2), mengatakan kontribusi PLTA Simarboru yang diajukan pada baseload power provinsi sudah tidak diperlukan. Pasalnya, operasi pembangkit listrik geothermal 330 MW Sarulla pada 2017 dan 2018, dan “ekspansi” 300 MW Sarulla yang dimulai pada 2022, serta “kemungkinan besar” pembangunan pembangkit geothermal 240 MW di Sorik Marapi.