Penulis : Hady K Harahap | Editor: Anwar Dnai Giawa
Tingkat ketergantungan anak muda milenial di Kota Padang Sidimpuan terhadap media sosial sangat tinggi, atau sebanyak 95 % anak muda mengetahui dinamika sosial, politik, hukum dan ekonomi berdasarkan media sosial. Media sosial juga menjadi sumber utama mereka mengetahui Pilkada serentak di Kota Padang Sidimpuan yang akan digelar pada November 2024 mendatang.
Simpul itu berdasarkan hasil penelitian angket yang disebarkan Sahata Institute for Public Policy Research and Conculting, selama periode 1 Juli – 19 Juli 2024. Hasil angket itu menunjukkan, media sosial merupakan saluran utama yang dekat dengan keseharian anak muda. Untuk mendapatkan informasi seputar dinamika sosial politik, anak muda sangat bergantung pada informasi yang beredar luas di media sosial.
"Melihat ketergantungan yang besar ini, maka portal-portal berita perlu didorong agar menyiarkan informasi yang bersih dari berita bohong serta ujaran kebencian berbasis politik identitas. Hal ini menjadi penting agar informasi yang beredar luas di media sosial dapat menjadi ruang sosialisasi dan pendidikan politik bagi pemilih muda," kata Direktur Sahata Institute for Public Policy Research and Conculting, Aulia Ichlas Syukurie, dalam jumpa pers yang digelar di Gubuk Kopi, Sitamiang, Kota Padangsidimpuan, Senin, 22 Juli 2024.
Aulia Ichlas Syukuri mengatakan, pemerintah, partai politik, dan para pemangku kebijakan perlu memanfaatkan ruang digital dan platform media sosial secara strategis, edukatif, informatif, serta kreatif agar dapat menjangkau komunikasi dengan anak muda dan mendorong mereka agar berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan.
Berdasarkan temuan angket yang disebar kepada 150 responden melalui platform Google Form yang kemudian dianalisis sebanyak 100 responden, sebanyak 49,20% responden membutuhkan informasi terkait rekam jejak, visi, misi, serta program yang ditawarkan oleh Calon Walikota Padang Sidimpuan.
Selanjutnya, pada pilihan partai
politik, angket ini menemukan dua partai teratas yang paling banyak dipilih,
yaitu Golkar sebanyak 20,20% kemudian disusul Gerindra sebanyak 19,10%
responden. Faktor figur dan citra partai politik menjadi alasan responden
memilih masing-masing partai tersebut.
Pada pilihan Calon Wali Kota Padang Sidimpuan, angket ini menemukan nama Rusydi Nasution menjadi pilihan terbanyak dengan 33,20%. Sosok Rusydi dipilih anak muda karena masih muda dan menjadi figur anak muda, punya pergaulan luas, dan bermasyarakat. Sisi profesionalnya sebagai seorang entrepreneur bisnis menjadi alasan lain bagi responden ketika memilih Rusydi Nasution.
Urutan kedua ditempati oleh Letna Dalimunthe sebanyak 20,10% responden. Alasan responden memilih Letnan Dalimunthe karena beliau memiliki latar belakang birokrat dan dinilai memahami birokrasi pemerintahan daerah.
Kemudian di urutan ketiga ada nama Hapendi harahap yang meraup 18.70% responden. Pergaulan Hapendi yang luas di tingkat nasional menjadi alasan bagi pemilih.
Nama Jon Sujani Pasaribu lantas berada di posisi kelima dengan mendulang 5,40%
responden. Anak muda beralasan, Jon Sujani Pasaribu merupakan anggota keluarga
Pasaribu yang sudah berpengalaman menjadi Kepala daerah.
Selanjutnya, angket ini juga menemukan tingkat ketidakterpilihan Calon Wali Kota Padang Sidimpuan. Nama Rusydi Nasution memiliki tingkat ketidakterpilihan yang rendah dengan 6,50%. Hal ini sejalan dengan tingkat keterpilihannya yang tinggi. Hal yang sama juga terjadi pada Letnan Dalimunthe, di mana tingkat keterpilihannya lebih tinggi dibanding tingkat ketidakterpilihannya yang dipilih oleh 16,20% responden.
Responden beralasan tidak memilih Letnan karena sosoknya ada dalam sitem yang buruk dan tidak berusaha membenahinya. Sebagai birokrat senior, Letnan Dalimunthe dianggap tidak mampu mengatasi korupsi di lingkungan ASN di Kota Padang Sidimpuan.
Sedangkan untuk Hapendi Harahap, Irsan Efendi Nasution, dan Jon Sujani Pasaribu mendapatkan tingkat ketidakterpilihan lebih tinggi melampaui angka keterpilihannya.
Jon mendapat angka tingkat ketidakterpilihan sangat besar, yakni sebanyak 30,20% responden. Responden menilai Jon tidak dipilih karena ia seorang pensiunan yang hanya mengandalkan popularitas nama besar keluarganya.
Hal yang sama juga terjadi pada Irsan Efendi Nasution yang mendapatkan tingkat ketidakterpilihan sebesar 25,70%. Responden tidak memilih Irsan karena rekam jejaknya saat menjabat Wali Kota Padang Sidimpuan satu periode terlihat buruk dan sangat tidak memuaskan.
Banyak
kasus korupsi pada masa pemerintahannya yang terungkap ke publik, namun proses
penegakan hukumnya terkesan tidak transparan. Selain itu, program-program kerja
Irsan dianggap tak berdampak langsung terhadap masyarakat, justru lebih
berdampak terhadap kroni-kroninya.
Sementara untuk, pemerataan pendidikan dan kesejahteraan rakyat menjadi isu isu prioritas yang disorot anak muda yang sama-sama meraup 15% responden. Kemudian disusul oleh pemberian beasiswa kepada generasi muda yang berprestasi di berbagai bidang sebanyak 14% responden. Isu keempat dan kelima adalah kualitas pelayanan kesehatan yang mendulang 12% responden dan dukungan ruang-ruang untuk berkreatifitas dan berproduksi yang berhasil menyerap 11% responden. Isu berikutnya adalah pemberantasan korupsi sebanyak 10% responden. Isu ketujuh dan kedelapan adalah kemudahan izin usaha dan permodalan sebesar 9% serta pengakuan terhadap masyarakat adat di angka 8% responden. Sedangkan isu terakhir yang disorot oleh anak muda adalah soal pengurangan tingkat kriminalitas berjumlah 6% responden.
Perlu diketahui lebih lanjut bahwa riset ini dirilis oleh Sahata Institute for Public Policy and Consulting yang merupakan lembaga riset dan konsultasi yang independen, nonpartisan, dan nirlaba yang sumber dana utamanya berasal dari hibah dan perorangan.
Sahata Institute didirikan pada 3 Juni 2009 oleh sekelompok aktivis, intelektual muda, dan akademisi asal Tapanuli Bagian Selatan yang berdomisili di Jakarta, Lampung, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Sejak itu Sahata melakukan kerja-kerja penelitian dan konsultasi skala nasional, melakukan kegiatan mendorong pelembagaa demokrasi, perbaikan kinerja pemerintah, dan pertumbuhan dunia usaha, dengan membantu para pemimpin politik, pemerintahan, dan pebisnis untuk memahai kecenderungan pendapat publik.
Melalui pendekatan konsultasi yang
berbasis riset, Sahata Institue telah membantu memenangi kompetisi politik,
baik di legislative maupun eksekutif, memperbaiki kinerja kebijakan dan program
pemerintah di Lampung, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat,
serta membantu perusahaan swasta di beberapa daerah dalam memenangi persaingan
bisnis secara sehat.
COMMENTS