Koperasi, soko guru ekonomi rakyat, kembali mendapat perhatian pemerintah dengan terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
Penulis: Ali Rahmad Siregar | Editor: Budi Hutasuhut
Ahmad Husin, petani di Desa Purwodadi, Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, masih ingat ketika ia menjadi anggota sebuah Koperasi Unit Desa (KUD), puluhan tahun lalu.
"Kalau tak terdaftar sebagai anggota KUD, petani tak akan mendapat Kredit Usaha Tani (KUT). Bila tak mendapat KUT, petani tidak akan mendapat sarana produksi pertanian, termasuk pupuk," Ahmad Husin bercerita kepada Sinar Tabgsel, Kamis, 11 Maret 2025, menanggapi rencana pemerintah mendirikan 70.000-80.000 Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih di lingkungan masyarakat desa.
Bagi Ahmad Husin, program Kopdes Merah Putih itu akan tumpang tindih dengan sekian banyak kegiatan ekonomi rakyat yang jadi kebijakan negara setelah KUD tidak lagi aktif. Kegiatan-kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan pertanian itu seperti kelompok tani (Koptan), koperasi petani,, dan badan usaha milik desa (BUMDes).
Petani lain yang ditemui Sinar Tabagsel di Kota Padangsidimpuan,. Kabupaten Tapanuli Selatan, dan Kabupaten Mandailing Natal mengatakan, sudah banyak lembaga ekonomi masyarakat petani yang merupakan program pemerintah. Program-program itu muncul dan selalu menjadi prioritas, padahal hasilnya belum bisa dinikmati petani.
"Dalam urusan pengadaan pupuk yang melibatkan kelompok tani, ternyata tidak membuat petani bisa memperoleh pupuk," kata Yusuf, petani di Kelurahan Parausorat, Kecamatan Sipirok, Tapanuli Selatan. "Banyak program pemerintah untuk petani, tetapi belum efektif sudah diganti."
Sejarah Koperasi Petani
Ribuan koperasi yang akan didirikan pemerintah ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Setiap koperasi akan mendapat kucuran permodalan Rp 5 miliar sehingga negara butuh Rp 400 triliun.
Koperasi yang diniatkan untukmengelola rantai pasok sembako, produk pertanian, obat-obatan di desa atau disebut serbausaha, itu harus sudah berdiri pada Juni 2025 dan akan diluncurkan pada 12 Juli 2025, bertepatan dengan Hari Koperasi Nasional.
Di lingkungan masyarakat pedesaan, koperasi bukan hal yang baru. Di masa lalu, masyarakat desa yang hidup sebagai petani, sangat tergantung terhadap Koperasi Unit Desa (KUD).
KUD di masa lalu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan pokok, terutama padi. Namun, sejarah koperasi yang melibatkan rakyat sebagai pelakunya, baik sebagai pengurus maupun sebagai anggota, bukan sejarah yang gemah ripah.
Tidak sedikit dari KUD yang akhirnya tutup, meninggalkan utang piutang berupa kredit macet KUT dan lain sebagainya. Banyak juga pengurus KUD yang terjerat kasus korupsi, meskipun akses pengurus koperasi terhadap anggaran terbatas dalam bentuk barang yang tertera pada RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok).
Koperasi pertama kali diperkenalkan pemerintah kepada petani pada masa Presiden Soeharto di tahun 1963. Disebut Koperta (koperasi petani), di mana petani merupakan pelaku utamanya. Pada 1966, kemudian dikembangan BUUD (Badan Usaha Unit Desa) sebagai tindak lanjut dari Koperta, dengan tugas utama membantu para petani produsen dalam mengatasi masalah proses produksi (termasuk kredit dan ketentuan bagi hasil), penyediaan sarana produksi, serta pengolahan dan pemasaran hasil produksi.
BUUD juga melakukan pembelian gabah, menggiling dan menyetor beras ke Dolog, serta menjadi penyalur pupuk. Kemudian, konsep pengembangan koperasi di pedesaan ini disatukan menjadi BUUD/KUD. Lalu lahirlah KUD yang secara bertahap menggantikan peran BUUD.
KUD berkembangt sangatlah pesat. Perannya dalam pengadaan pangan, membuat KUD punya andil terjadinya swasembada beras pada masa Presiden Soeharto. Namun, keberadaan KUD dipersiapkan pemerintah untuk tidak mandiri.
Pemerintah menerapkan strategi tiga tahap pembinaan KUD: ofisialisasi (ketergantungan kepada pemerintah masih sangat besar), deofisialisasi/debirokratisasi (ketergantungan kepada pemerintah secara bertahap dikurangi), dan otonomi (kemandirian).
Sejalan dengan strategi pembinaan dan pengembangan KUD tersebut, kemudian muncul gagasan membentuk Pusat KUD (koperasi sekunder). Setelah itu, muncul gagasan mendirikan Induk KUD. Sejak itu, KUD menjadi "ladang ekonomi" bagi banyak pihak, karena ada banyak anggaran yang diarahkan pemerintah untuk KUD.
Koperasi Desa/Kelurahan
Rencana pemerintah membentuk 80.000 Kopdes Merah putih terkesan gerak cepat. Dalam kurun beberapa bulan, 80.000 Kopdes Merah Putih harus berdiri.
Guna mempercepat terbangunnya Kopdes Merah putih, pemerintah mendirikan satuan tugas (satgas) untuk mengkonsolidasi pembentukan 80 ribu kopdes di seluruh Indonesia dalam waktu singkat. Satgas diketuai Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan.
Pembentukan satgas kopdes melibatkan banyak kementerian, mulai dari Kementerian Koperasi, Kementerian Desa, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kementerian Komunikasi dan Digital, Kementerian ATR/BPN, dan Bapanas.
Pembiayaan terhadap 80.000 Kopdes Merah Putih yang akan dibentuk, para pengurus akan mendapat modal awal Rp5 miliar dalam bentuk pinjaman. Modal disalurkan Himpunan Bank Negara (Himbara).
Dalam Inpres dijelaskan rinci dana pembentukan Kopdes Merah Putih tercantum dalam diktum ke delapan dari total sembilan diktum. Disebutkan bahwa pendanaan pembentukan 80.000 Kopdes Merah Putih diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Dalam Inpres itu disebutkan juga, pendanaan bisa diambil dari “sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Namun, anggaran awal yang diberikan sebagai pinjaman bakal dibayarkan oleh masing-masing Kopdes Merah Putih apabila sudah berjalan.
Kopdes Merah Putih rencananya dikembangkan melalui tiga pendekatan. Pertama, membangun koperasi baru. Kedua, merevitalisasi koperasi yang sudah ada. Ketiga, membangun dan mengembangkan kelompok tani yang ada di desa tersebut.
COMMENTS