.

Jurus Byakugan Cuma Milik Klan Hyuga

 Oleh : Hady K Harahap

Sumber: Narutopedia

Apa itu Byakugan? Dan penduduk negara mana pula Klan Hyuga ini?

Klan Hyuga  merupakan nama salah satu klan dalam serial anime Naruto, serial yang diadaptasi dari komik berjudul serupa itu turut mewarnai masa remajaku dan mungkin juga sebagian dari generasi milenial dan gen z yang lain, terutama para lelakinya. Sementara Byakugan adalah jurus andalan sekaligus menjadi ciri khas dari klan Hyuga. 

Dengan jurus ini, klan Hyuga dapat melihat secara detail dan teperinci objek apapun yang berada pada jarak puluhan kilometer. Byakugan adalah jurus yang memungkinkan penggunanya memiliki radar untuk mengamati dan meneliti keadaan pada radius puluhan kilometer. Dan dari semua anggota klan Hyuga, Nejilah sosok yang paling dominan dalam mahakarya komikus Masashi Kishimoto tersebut.

Hyuga Neji bukanlah pahlawan nasional, bukan pula artis, apalagi politisi yang menjelang tahun 2024 ini namanya kian melambung karena terus disanjung-sanjung, dielu-elukan, bahkan dijilat-jilat. Kemudian di lain pihak malah dicaci maki, dikutuk, bahkan dikorek-korek kotorannya. Dan bila perlu, kotoran tersebut juga mesti “dipajang” di segala penjuru mata angin agar orang lain juga turut menikmati aromanya. Syukur-syukur bisa jadi penambah nafsu makan.

Ada satu adegan ketika Neji terlibat baku-hantam dengan musuhnya seorang siluman laba-laba yang cukup membekas dan mekar di dalam benakku sampai sekarang. Sebuah adegan yang menunjukkan betapa Byakugan yang seolah-olah begitu digjaya, rupanya tak sesempurna yang dibayangkan. Hingga kemudian adegan tersebut boleh kukatakan memberi hikmah tersendiri bagiku hingga kujadikan sebagai sebagai objek kontemplasi.

Singkat cerita, Siluman laba-laba tersebut mulai kewalahan karena setiap anak panah yang ia lesatkan pada akhirnya selalu dapat ditepis oleh Neji. Tentu saja ini berkat jurus byakugan yang dimikinya, sehingga membuatnya mampu menangkis semua serangan dari segala arah. Akan tetapi, berkat kejelian yang dipadu dengan semangat pantang mundurnya, siluman laba-laba itu akhirnya menemukan kelemahan dari Hyuga Neji. Yakni sebuah titik buta yang terletak persis di bagian tengkuk dari Neji. 

Titik buta yang rupanya tidak dapat dijangkau oleh kemampuan byakugan. Sebuah anak panah kemudian meluncur deras ke arah tengkuk Neji. Anak panah yang tentunya tidak dapat terdeteksi kemunculannya sehingga akhirnya Neji ambruk ke atas tanah dan keadaan pun berbalik. Pada saat itu siluman laba-labalah yang menguasai jalannya pertarungan.

Jadi, di mana letak objek kontemplasinya?

Dengan jurus byakugan yang dikuasainya, sosok Neji tampak mustahil untuk dikalahkan karena seluruh serangan yang dialamatkan padanya selalu berhasil dipatahkan. Setidaknya inilah asumsi yang kupedang selama menyaksikan pertarungan mereka berdua. Namun, rupanya Masashi Kishimoto selaku pengarang telah tampak menampik bahwa kesempurnaan itu hanyalah omong kosong. Melalui pertarungan tersebut, ia menunjukkan bahwa sehebat-hebatnya kemampuan byakugan dalam membaca dan meneliti keadaan sekitar, tetap saja ia menyembunyikan sebutir kelemahan.

Lantas bila kita menarik fenomena tersebut ke dalam realitas sosial masyarakat kita yang berada di tengah serbuan arus informasi yang demikian deras. Maka dapat kukatakan bahwa mayoritas dari kita, entah disadari atau tidak, sedang berupaya mengaktifkan kemampuan byakugannya dan masuk dalam kartu keluarga klan hyuga.

Apakah ini salah? Tentu saja tidak. Sebagai rakyat kita harus tetap mampu membaca situasi dan peka terhadap gejala-gejala sosial yang terjadi. Kita tidak boleh menjadi masyarakat yang apatis dan beku yang berpaling dari persoalan-persoalan yang tumbuh subur di samping kiri dan kanan kita. Kita mesti tetap merawat daya kritis dan kemampuan dalam menggugat realitas-realitas yang bertentangan dengan nilai-nilai yang sudah kita sepakati sebagai bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Setidaknya begitulah idealnya.

Namun, gejala-gejala yang menyeruak pada realitas masyarakat kita justru melenceng dari apa yang seharusnya. Lebih tepatnya malah bergerak menembus batas yang sewajarnya. Jadi salah masuk kamar hingga kemudian yang ditiduri malah istri orang. Dan akhirnya keduanya saling bertikai karena masing-masing bersikeras bahwa yang ditidurinya adalah istrinya sendiri.

Lihatlah betapa kita sepertinya kesulitan dalam menemukan titik batas dalam melangkah. Ketika persoalan agama sedang menjadi topik perbincangan panas, semua orang menjadi ulama dadakan. Berbekal potongan-potongan dalil yang hanya dipungut di media sosial, tanpa diminta kita cenderung gatal untuk selalu  berkomentar. Malah secara membabi-buta menyerang ulama-ulama yang sesungguhnya jauh lebih kokoh pondasi keilmuan serta pengalamannya. Dan bila dibandingkan dengan kita tentu ibarat surga neraka.

Coba kita perhatikan, berkat sosial media, semua orang bisa menjadi pakar kesehatan melebihi pakar kesehatan itu sendiri. Berkat sosial media, semua orang bisa menjadi pengamat politik, bahkan lebih menguasai politik ketimbang politisi itu sendiri. Berkat sosial media, orang-orang jadi mengetahui peristiwa-peristiwa yang berkecamuk di luar daerah, misalnya di Jakarta, Papua, Aceh, Bali, dan daerah-daerah lain, bahkan lebih memahaminya ketimbang penduduk yang tinggal bertahun-bertahun di daerah tersebut. Dan seterusnya dan seterusnya…

Lihatlah betapa kedua bola mata kita sekarang tidak lagi hanya mampu memandang lurus depan. Pada saat yang bersamaan mereka juga mampu berbelok dan memandang luas ke arah kiri dan kanan. Mampu bergeser ke atas untuk mengawasi kalau saja ada burung yang berak tepat di atas kepala. Mampu berbalik ke belakang untuk mengamati kalau saja ada kawan yang mencoba menikung pasangan kita. Selain itu, kedua bola mata kita sekarang telah mampu menerawang apa saja peristiwa yang terjadi di dalam tanah. Mampu menghitung dengan pasti jumlah cacing yang menggeliat di sana. Mampu mendeteksi berapa banyak bebatuan dan logam mulia yang tertimbun di sana. Bahkan mampu melihat dengan jelas adegan interogasi yang digelar oleh Munkar dan Nakir kepada semua mayat yang tergeletak di sana. Lihatlah betapa masyarakat kita telah mengetahui semua hal yang ada di dunia.

Terus terang aku sendiri bingung apakah harus bergembira atau sedih melihatnya. Aku takut nasib kita seperti Hyuga Neji yang babak belur sejak titik butanya diketahui oleh Siluman laba-laba.


Tidak ada komentar

Beranda