DI penghujung tahun pemerintah daerah dan legislatif ekstra sibuk membahas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerh (APBD) untuk tahun yang akan datang. Kita sebut saja eksekutif dan legislatif sangat memahai apa yang sedang mereka bahas, meskipun kenyataan setiap tahun realisasi dari APBD itu sering tidak memberi dampak positif kepada masyarakat.
Simpul soal minimnya dampak APBD terhadap masyarakat itu dibuat Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan berbagai alasan yang disampaikan saat dengar pendapat dengan DPR RI terkait Rancangan Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (RUU HKPD). Kita prihatin mendengar alasan itu karena menegaskan betapa tidak cakapnya pemerintah daerah mengelola APBD, dan betapa legislatif sangat tak mampu memainkan fungsi dan perannya sebagai legislator.
Simpul seperti yang dibuat Sri Mulyani seharusnya domain wakil rakyat di DPRD apabila legislatif menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Tapi, legislatif tidak akan menjalankan tugas dan tanggung jawab itu karena tongkat pemahaman para elite di lembaga wakil rakyat ini terhadap postur APBD sangat minim. Mereka tidak akan pernah bertanya tentang riwayat program atau kegiatan pemerintah daerah yang dibiayai APBD, karena mereka lebih memilih bertanya tentang program atau kegiatan mana yang bisa di-share untuk wakil rakyat.
Dari tahun ke tahun sudah beginilah urusan APBD di tangan eksekutif dan legislatif, tak lebih dan tak kurang hanya sebuah panggung sandiwara. Saat sidang paripurna membahas rencana APBD, mereka yang terlibat akan mengambil peran sebagai antagonis maupun protogonis, lalu berdebat tentang angka-angka yang tertera sambil menyebut-sebut kepentingan rakyat. Hasilnya sudah bisa ditebak, perdebatan itu terjadi agar persidangan tersebut tidak tampak seperti dagelan.
Persoalan menjadi lebih parah jika Kepala Daerah dan Ketua DPRD berasal dari satu partai politik, atau Kepala Daerah didukung oleh partai politik yang menjadi pimpinan DPRD.
Kita ambil contoh di Kabupaten Tapanuli Selatan, di mana Bupati Dolly Putra Parlindungan Pasaribu merupakan kader Partai Gerindra, sementara Ketua DPRD Tapanuli Selatan sekaligus Ketua Partai Gerindra. Para kader partai akan saling mendukung meskipun idealnya perkara asal partai itu mestinya tidak lagi jadi pertimbangan ketika sedang menjadi pejabat publik atau wakil rakyat. Yang terjadi justru sebaliknya, Ketua DPRD menganggap apa yang dilakukan Kepala Daerah merupakan hal yang terbaik, meskipun di mata Menkeu Sri Mulyani apa yang dilakukan pemerintah daerah justru menyebabkan persoalan fiskal.
APBD itu bukan milik partai politik, tapi merupakan instrumen penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dari pemerintah daerah. Sebab itu, APBD harus bisa membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Kita berharap itulah yang terjadi. Kalau tahun 2021 ini tidak bisa, semoga 2022 akan terwujud. *

Posting Komentar