Tapsel dan Kebijakan Pertanian yang Kurang Bijak

Kontribusi sektor pertanian terhadap perumbuhan ekonomi menjadi andalan Kabupaten Tapanuli Selatan,  tapi perhatian pemerintah daerah terhadap pelaku usaha ini sangat rendah.  

Terjadinya kelangkaan pupuk bersubsidi sejak Oktober 2021 lalu hingga hari ini padahal stok pupuk untuk Sumatra Utara masih berlimpah di gudang Lini III wilayah Sumatra Utara, salah satu buktinya. 

Bukti lain, kita bisa menderetkan sekian banyak fakta terkait rendahnya harga hasil budidaya pertanian pada musim panen akibat tidak ada kebijakan pemerintah daerah untuk melindungi produksi daerahnya.  

Sungguh sangat disayangkan, pemerintah juga tidak memiliki kebijakan antisipasi persoalan yang akan terjadi. Padahal, segala sesuatu berkaitan sektior pertanian sudah ajek tiap tahun. Misalnya, petani akan menghadapi musim tanam rendeng (taon holang) dan musim tanam gadu, dan pemerintah daerah sudah memastikan bahwa pupuk bersubsidi tersedia dengan baik, air irigasi mencukupi, serta harga hasil panen terjaga agar tidak ada persoalan. Jika semua kebutuhan itu belum tersedia, pemerintah daerah mencari solusi. Barulah petani bisa berusaha tani.

Nyatanya, tiap tahun petani selalu menghadapi persoalan yang sama. Tiap tahun pula pemerintah daerah tidak punya solusi untuk mengatasi persoalan itu.

Persoalan kelangkaan pupuk dihadap pemerintah daerah dengan menyalahkan petni karena tidak mebuat RDKK (rencana defenitf kerja kelompok). RDKK ini mensyaratkan ada kelompok tani yang dibina, dan kelompok tani ini menyusun kebutuhan sarana produksi pertanian bagi semua anggotanya -- termasuk kebutuhan pupuk bersubsidi selama setahun dan kebutuhan modal kerja. 

Persoalan muncul karena kelompok tani yang ada hanya "papan merek".  Ada nama kelompok tani, tapi tak ada kegiatan rutinnya sebagai sebuah wadah tempat petani berbagi pengetahuan dan pengalaman usaha tani.  

Menurut peraturan Menteri Pertanian nomor : 273/Kpts/OT.160/4/2007, kelompok tani adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Kelompok tani juga dapat diartikan organisasi non formal di perdesaan yang ditumbuhkembangkan “dari, oleh dan untuk petani”.

Kelompok tani di Kabupaten Tapanuli Selatan sering hanya sebagai wadah yang sengaja dibentuk untuk memenuhi persyaratan mendapatkan pupuk bersubsidi, atau menerima bantuan dari pemerintah. Setelah semua didapatkan, kelompok tani akan berhenti dengan sendirinya. Lalu, tahun depan, kelompok tani kembali dihidupkan untuk menyusun RDKK guna mendapatkan pupuk bersubsidi, kredit usaha rakyat, atau bantuan lainnya dari pemerintah.  

Dengan begitu, kelompok tani hanya kumpulan ketua, sekretaris, dan bendahara. Ada atau tidak anggota, semua bisa rekonstruksi dengan bantuan penyuluh pertanian di desa. Semua data yang dihasilkan kelom[po tani tak pernah diuji validitasnya, karena pemerintah daerah lebih memilih untuk mengimput data ke pusat. 

Kita tidak tahu bagaimana bisa sektor pertanian bisa tumbuh dan berkontribusi  besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan jika kelompok taninya hanya "papan nama".  Kita hanya tahu, kondisi seperti ini akan menyebabkan kebutuhan pupuk bersubsidi tidak sesuai realitas. Ketika semua petani membutuhkan pupuk sementara pemerintah daerah hanya memiliki sedikit persediaan, maka terjadi kelangkaan pupuk bersubsidi.

Kita berharap Bupati Tapanuli Selatan, Dolly Putra Parlindungan Pasaribu,  mengevaluasi persoalan semacam ini dan membuat kebijakan-kebijakan pemerintah daerah di bidang pertanian yang benar-benar bijak. Jangan sampai persoalan-persoalan mendasar masih menjadi persoalan petani, sementara petani di daerah lain sudah berpikir untuk industrialisasi pertanian.*

Copyright © Sinar Tabagsel. Designed by OddThemes