Daya Beli Masyarakat Padang Sidempuan Menurun

 
Dampak penyebaran virus corona (Covid-19) terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatra Utara mulai terasa. Nyaris semua daerah, kabupaten dan kota, pertumbuhan ekonominya melambat berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan 2010. Kondisi serupa juga menimpa masyarakat di Kota Padang Sidempuan, terutama karena tingkat pertumbuhan ekonomi daerah ini lebih banyak didorong pertumbuhan sektor informal.

Dari segi besaran  selama kuartal I/2020, memang pertumbuhan ekonomi Sumut termasuk bagus yakni mencapai 4,65 persen, atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya 2,87 persen. Tapi, memasuki periode awal triwulan II/2020, terjadi trend menurun akibat rendahnya daya beli masyarakat terimbas kebijakan pembatasan sosial untuk memutus penyebaran Covid-19.

Berbagai indikator pertumbuhan ekonomi, baik perkiraan kegiatan usaha ke depan, harga komoditas di pasar internasional, indeks keyakinan konsumen, tingkat penghasilan, dan konsumsi barang tahan lama, menunjukkan tren penurunan. Belum lagi dampak sosial yang akan timbul akibat psikologi sosial yang tergangu dan mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat.

Sudah terjadi di depan mata, kasus-kasus kriminalitas memperlihatkan trend meningkat, yang akan membuat masyarakat mengalami trauma lebih dalam. Ada sopir yang beralih menjadi pengedar narkoba, para pedagang yang memutuskan menjadi penodong, dan sejumlah tindaka kejahatan lain yang berorientasi ekonomi bermunculan di lingkungan masyarakat. Di Kota Padang Sidempuan, mendadak sejumlah tempat menjadi rawan bagi pengendara kendaraaan pribadi, karena aksi begal dan penodongan acap muncul.

Solusi jangka pendek mesti dicarikan, tetapi tidak fokus hanya "membantu" masyarakat miskin yang sejak lama sudah banyak mendapat subsidi dan bantuan dari pemerintah pusat. Kebijakan pemerintah yang cenderung dampak Covid-19 telah meningkatkan angka kemiskinan di masyarakat tidak terbantah, tetapi memberi solusi hanya berupa  bantuan sembako kepada rakyat miskin bukan satu-satunya pilihan.

Lagi pula, pilihan kebijakan bantuan sosial ini telah menimbulkan persoalan di daerah, karena jumlah penerima bantuan yang didata dengan jumlah masyarakat yang harus mendapat bantuan tidak sebanding. Bantuan sosial hanya menimbulkan kecemburuan sosial, perasaan tidak mendapat keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan akhirnya melahirkan konflik di masyarakat. 

Melihat kondisi ini, Bank Indonesia Sumatra Utara memprediksikan, pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara hanya berada di angka 1,5 persen hingga 1,9 persen pada kuartal II/2020. Tapi, pemulihan akan terjadi pada kuartal berikutnya dengan asumsi penyebaran virus corona mulai teratasi pada pertengahan tahun. Bagaimana jika Covid-19 masih berlangsung hingga Desember 2020? Bukan mustahil, ekonomi Sumut akan terpuruk, dan hal itu mensyaratkan agar Pemda Provinsi Sumatra Utara mencarikan solusi yang tepat sejak dini.

BI Sumut sendiri menyarankan agar Pemerintah Provinsi Sumut mengambil langkah strategis dalam mendorong daya beli masyarakat dalam jangka pendek. Caranya, hidupkan  sektor padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja seperti produksi APD (alat pelindung diri) karena melihat Covid-19 masih ada. Juga bagaimana agar UMKM tetap dapat melakukan penjualan.

Tentu saja solusi ini sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat melalui Menteri Keuangan terkait penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, di mana daerah memangkas belanja barang dan modal hingga 50 persen dan mengalokasikan dananya untuk penanganan Covid-19.

Persoalan muncul karena tidak semua daerah mematuhi kebijakan pemerintah pusat tentang refocusing APBD yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 35/2020 itu. Artinya, tidak semua daerah mengalokasikan dana yang besar untuk penangan Covid-19, sehingga daerah yang satu dengan daerah lainnya memiliki perilaku berbeda dalam mengantisipasi keterpurukan pertumbuhan ekonomi nasional.

Di Sumatra Utara, Kota Padang Sidempuan termasuk daerah yang tidak mengalokasikan banyak dana untuk penanganan Covid-19. Pemerintah daerah ini malah belum memberikan stimulan kepada para pelaku ekonomi sektor informal, karena masih membebani para pelaku usaha dengan kewajiban retribusi seperti saat kondisi normal. Ini menunjukkan, pemerintah daerah di Kota Padang Sidempuan tidak memiliki kepekaan atas persoalan yang dihadapi masyarakat, sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil rawan menyebabkan konflik di masyarakat.

Mestinya,  Pemda Kota Padang Sidempuan mengkaji ulang mengingat krisis akibat Covid-19 ini berbeda dengan krisis-krisis yang pernah kita alami selama ini.  Artinya, selain memberikan bantuan kepada rakyat miskin sebagaimana kebijakan pemerintah pusat, mestinya pemerintah daerah memberikan juga untuk mereka yang terdampak pembatasan sosial. Terutama mereka yang memang tidak punya tabungan cukup besar.

Masalahnya, BLT dan PKH tidak menyediakan uang untuk mereka, karena datanya tidak ada. Dan memang pemerintah tidak pernah berpikir untuk membantu kelas menengah bawah. Buat apa? Mereka bukan orang miskin. Tapi dalam kondisi ini, mereka butuh uang karena tidak ada kerja. Yang jadi persoalan adalah data. Bagaimana mengidentifikasi data? Identifikasi siapa yang bisa dapat BLT itu basisnya adalah aset yang dimiliki.

Copyright © Sinar Tabagsel. Designed by OddThemes