Kayu-kayu gelondongan yang hanyut di Sungai Batangtoru dan menimbulkan bencana di sejumlah perkampungan di Kabupaten Tapanuli Selatan diduga berasal dari penebangan hutan sepanjang DAS Batangtoru oleh perusahaan subkontraktor yang ditunjuk PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE), pengembang proyek PLTA Simarboru
Penulis: Budi Hutasuhut | Editor: Nasaktion Efry
Ketika ribuan kubik kayu gelondongan menerjang perkampungan penduduk di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Sungai Batangtoru di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan, ternyata tak ada dari kayu-kayu gelondongan itu yang pernah melintas di hulu Sungai Batangtoru di wilayah Kecamatan Simangumban, Kabupaten Tapanuli Utara.
Masyarakat di beberapa dusun di Desa Simangumban Jae, Kecamatan Simangumbang, Kabupaten Tapanuli Utara, mengakui, curah hujan sangat tinggi di daerah mereka sejak Sabtu, 22 November 2025 sampai Minggu, 23 November 2025. Namun, dampak meningkatkan debit air di Sungai Batangtoru tidak menyebabkan banjir bandang seperti yang terjadi . di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.
Romulo, warga Dusun Sipetang, Desa Simangumban Jae, Kecamatan Simangumban, mengatakan air Sungai batangtoru selalu naik setiap kali hujan lebat. "Itu hal yang biasa," kata Romulo, "kami khawatir, tapi hanya sebatas itu."
Romulo mengatakan, pada hari Senin, 24 November 2025, ketika Sungai Batangtoru meluap dan menghanyutkan ribuan kubik kayu gelondongan hingga menghantam perkampungan-perkampungan di Kabupaten Tapanuli Selatan, kayu-kayu gelondongan itu tidak pernah terlihat.
"Seandainya ada kayu yang lewat di Sungai batangtoru, seharusnya kami melihatnya," kata Romulo.
Dari pengamatan Sinar Tabagsel di Sungai Batangtoru yang melintasi Dusun Sipetang pada Kamis, 4 Desember 2025, tak terlihat ada sisa-sisa kayu gelondongan. Dusun ini bisa disebut sebagai hulu dari Sungai Batangtoru yang mengalir ke Kabupaten Tapanuli Selatan. Mestinya, kayu-kayu gelondongan melewati Dusun Sipetang atau dudun-dusun lain di Desa Simangumban Jae sebelum mengalir ke wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan
Dari pengamatan Sinar Tabagsel di Sungai Batangtoru yang melintasi Dusun Sipetang pada Kamis, 4 Desember 2025, tak terlihat ada sisa-sisa kayu gelondongan. Dusun ini bisa disebut sebagai hulu dari Sungai Batangtoru yang mengalir ke Kabupaten Tapanuli Selatan. Mestinya, kayu-kayu gelondongan melewati Dusun Sipetang atau dudun-dusun lain di Desa Simangumban Jae sebelum mengalir ke wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.
"Tak ada ribuan kubik kayu gelondongan melintas di daerah kami," kata Yusuf, warga Dusun Sibulanbulan, Desa Sibulanbulan, Kecamatan Purbatua, kabupaten tapanuli utara. "Jembatan kami masih utuh sampai sekarang."
Jembatan merupakan satu-satunya akses menuju Desa Sibulanbulan. Kondisi jembatan itu masih utuh dan sama sekali tidak ditemukan kayu gelondongan di sekitarnya.
Ketika Sungai Batangtoru yang melintasi Kecamatan Simangumban dan Kecamatan Purbatua di Kabupaten Tapanuli Utara meningkatkan debit air, luapan air sungai pada Senin, 24 November 2025, tak membawa ribuan kubik kayu gelondongan.
Dari fakta ini, Sinar Tabagsel menelusuri DAS Sungai Batangtoru sejak memasuki wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan, dimulai dari Dusun Hutaimbaru, Desa Luat Lombang. Kawasan hutan DAS Sungai Batangtoru di wilayah Desa Luat Lombang, mulai dari Dusun Hutaimbaru sampai Dusun Bulu Payung, terjadi penebangan pohon.
Berbagai jenis pohon yang ada di kawasan hutan DAS Sungai Batangtoru telah tumbang. Sejumlah warga di Dusun Bulu Payung mengatakan, penebangan besar-besaran di DAS Sungai Batangtoru dilakukan oleh pengusaha yang mengaku sebagai subkontraktor dari PT NSHN, pengelola PLTA Simarboru.
Penebangan secara besar-besaran mulai dilakukan pada bulan Juli 2025. Pada bulan Mei 2025, sebelum penebangan kayu-kayu di kawasan hutan DAS Sungai Batangtoru dilakukan, masyarakat di Dusun Hutaimbaru dan Dusun Bulu Payung mengaku melihat tim survey yang memberi tanda ke batang-batang pohon yang ada di DAS Sungai Batangtoru, mulai dari Dusun Hutaimbaru sampai Dusun Bulu Payung.
Rahmat, bukan nama sebenarnya, tinggal di Kota Padangsidimpuan, salah seorang surveyor. Ia membenarkan, tim survey pengkajian atau penentuan itu bekerja memberi tanda kayu-kayu di kawasan hutan DAS Sungai Batangtoru yang akan yang akan ditebang untuk kepentingan penggenangan PLTA Simarboru.
"Kami hanya pekerja dari sebuah perusahaan subkontraktor dengan pengelola PLTA Simarboru," kata Rahmat.
Menurut Rahmat, pihak pengelola PLTA Simarboru menginginkan areal yang digenangi itu bersih. Padahal, kawasan hutan DAS Sungai Batangtoru yang ditebangi hampir tak ada kaitannya dengan areal yang akan digenangi.
Dari sumber Sinar Tabagsel lainnya menyebut, muncul dugaan bahwa penebangan kayu di kawasan hutan DAS Sungai Batangtoru dilakukan oknum untuk memanfaatkan potensi kayu yang ada. Perihal rencana PT NSHE selaku pengelola PLTA Simarboru, hanya alasan agar kegiatan penebangan hutan itu tidak mendapat sorotan.
"Ini ulah perusahaan yang biasa mengambil kayu, tapi tetap ada kerja sama dengan pengelola PLTA Simarboru," kata Muhammad, salah seorang warga di Dusun Bulu Payung, yang mengaku mengenali orang-orang yang bertugas menebang hutan. "Mereka biasa menebangi pohon yang ada di kawasan ini."
Masyarakat mengaku, sebagian besar kayu yang ditebangi berada di lokasi jurang yang memenuhi sepanjang DAS Sungai Batangtoru. Kayu-kayu yang ditebangi itu jatuh ke air. Masyarakat mengaku sering melihat truk-truk pengangkut kayu yang keluar dari kawasan hutan DAS Sungai Batangtoru. Masih banyak kayu yang belum sempat diangkut. Ketika terjadi banjir pada 24 November 2025, ribuan kubik kayu gelondongan yang belum sempat diangkut itu dibawa arus air ke hilir.
Menghantam Bendungan PLTA
Arus air Sungai Batangtoru yang membawa ribuan kubik kayu gelondongan hasil penebangan, mengalir ke hilir dan menghantam bendungan PLTA Simarboru yang dikelola PT NSHE. Dalam video di media sosial yang diunggah netizen, tampak gelondongan kayu menghantam bendungan PLTA Simarboru yang ada di Desa Aek Batang Paya.
Saluran pembuangan bendungan PLTA Simarboru itu sedang ditutup, karena PT NSHE sedang melakukan uji coba penggenangan bendungan menjelang operasional yang diperkirakan Desember 2025. Akibat hantaman kayu-kayu gelondongan, terjadi getaran hebat yang membuat tebing-tebing di sekitar bendungan PLTA Simarboru menjadi longsor.
Dampak meluapnya Sungai Batangtoru juga menyebabkan debit air yang masuk ke salah satu mesin pembangkit milik PT NSHE yang sedang diuji coba sejak Juli 2025 lalu. Turbin berkapasitas 127,5 MW yang terletak di Kecamatan Marancar itu, tidak sanggup menerima limpahan debit air yang tinggi.
Rusaknya salah satu dari empat turbit yang dimiliki PT NSHE, diakui diakui salah karyawan PT NSHE yang berada di lokasi ketika banjir bandang menghantam PLTA Simarboru. Lewat media sosialnya, karyawan tersebut menceritakan situasi mencekam yang dialami para karyawan saat banjir bandang pada Senin, 24 November 2025.
Akibat kondisi yang mengkhawatirkan di PLTA Simarboru, para karyawan diliburkan sampai kondisi normal.
Ketika Kepala Komunikasi dan Urusan Eksternal PT NSHE dihubungi lewat WhatApp untuk menanyakan persoalan penebangan kayu di kawasan hutan DAS Sungai Batangtoru untuk kepentingan memperlancar penggenangan bendungan PLTA Simarboru, nomor kontak Beliau tidak aktif.
Salahkan Menhut
Munculnya penebangan kayu di kawasan hutan sepanjang DAS Sungai Batangtoru ditenggarai melibatkan pengusaha Pengelolaan Hak Atas Tanah (PHAT). Sesuai aturan yang ada, para pengusaha PHAT tidak bisa melakukan penebangan di kawasan hutan tanpa keberadaan dokumen HAT (Hak Atas Tanah).
Dokumen HAT sendiri merupakan kewenangan pemerintah daerah dan instansi pertanahan. Sebab itu, tindakan penebangan hutan di sepanjang DAS Sungai Batangtoru tidak akan bisa dilakukan tanpa seizin dari pemerintah daerah.
Menanggapi ribuan kubik kayu gelondongan yang hanyut saat bencana banjir di 13 dari 15 kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan, Bupati Tapanuli Selatan, Gus Irawan Pasaribu, justru menyalahkan Kementerian Kehutanan yang kembali membuka layanan Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) bagi pengusaha Pengelolaan Hak Atas Tanah (PHAT) pada Oktober 2025.
Menurut Bupati Gus, pemerintah telah menutup layanan SIPUHH pada bulan Juli 2025 sehingga pengusaha PHAT tidak melakukan penebangan. Namun, Kemnhut tiba-tiba membuka kembali layanan SIPUHH bagi pengusaha PHAT. "Setelah itu bencana banjir datang," kata Bupati Gus.
![]() |
| Laksmi Wijayanti. |
Pernyataan Bupati Gus Irawan ini dibantah Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Hutan Lestari (PHL), Kementrian Hutan, Laksmi Wijayanti. Laksmi menegaskan informasi itu tidak benar.
Dia mengatakan, Menteri Kehutanan telah memerintahkan evaluasi menyeluruh atas layanan Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) pada Juni 2025.
"Kami lalu mengeluarkan Surat Dirjen PHL No. S.132/2025 pada 23 Juni 2025 untuk menghentikan sementara layanan SIPUHH bagi seluruh Pemegang Hak Atas Tanah [PHAT] untuk keperluan evaluasi menyeluruh," katanya, dikutip dari siaran pers, Selasa, 2 Desember 2025.
Laksmi menambahkan, belum ada satupun PHAT di Tapanuli Selatan yang diberikan akses SIPUHH sejak Juli 2025.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) meyakini, ribuan kubik kayu-kayu gelondongan itu berasal dari pohon yang sengaja ditebang.
Direktur WALHI Sumatra Utara (Sumut), Rianda Purba menganggap kayu-kayu itu merupakan bukti masih adanya penebangan yang masif dan terstruktur.
“Dari potongan-potongan kayu yang hanyut tersebut merupakan bekas-bekas potongan kayu besar, kayu kecil. Itu potongan-potongan yang dibuat manusia, bukan dari pohon yang hanyut karena longsor,” kata Rianda kepada Sinar Tabagsel, Selasa, 2 Desember 2025.
“Kalau pohon-pohon yang hanyut karena longsor, itu masih ada akar dan ranting-rantingnya. Ini kan jelas dan dalam skala besar."
Rianda menegaskan, banyaknya kayu gelondongan saat banjir menunjukkan adanya aktivitas penebangan yang sangat masif dan terorganisir.
Rianda mengeluhkan hutan-hutan di Sumatara yang kini menurutnya malah menjadi objek investasi.
Menurut dia, Sumatara bagian tengah dan barat merupakan jajaran Bukit Barisan. Jajaran itu merupakan ekosistem hutan alami yang menopang siklus hidrologis dan menjadi wilayah tangkapan air. Namun, ekosistem itu rusak karena alih fungsi lahan.
“Dari hutan menjadi pertambangan, dari hutan menjadi objek investasi pembangunan infrastruktur, kemudian dari hutan menjadi perkebunan-perkebunan kelapa sawit,” ujar dia.



COMMENTS